Langsung ke konten utama

Suwargo Nunut Neroko Katut


Suwargo Nunut Neroko Katut

Suwargo Nunut Neroko Katut

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, di tengah-tengah masyarakat jawa ada sebuah ungkapan yang cukup masyhur dan oleh sebagian masyarakat jawa ungkapan ini sudah menjadi sebuah falsafah yang mereka anut. Sebuah ungkapan yang menjelaskan apabila ada seseorang yang nantinya masuk surga maka anggota keluarganya seperti anak, istri, dan orang tua bisa turut ikut masuk ke dalam surga.

Demikian juga apabila ada seseorang yang nantinya masuk neraka maka anggota keluarganya seperti anak, istri, dan orang tua bisa ikut masuk ke dalam neraka. Ungkapan yang dimaksud berbunyi, “Suwargo Nunut Neroko Katut,” yang kurang lebih artinya adalah surga bisa ikut numpang dan neraka bisa ikut terbawa yang maksudnya adalah seseorang bisa ikut terbawa masuk ke dalam surga atau neraka disebabkan keluarganya.

Mungkin sebagai ilustrasi dari ungkapan tersebut adalah sebagai berikut, seorang wanita yang dia adalah istri dari pak RT atau pak RW wanita tadi akan dipanggil bu RT atau bu RW, atau istri pak lurah dia akan dipanggil bu lurah, atau istri pak camat dia akan dipanggil bu camat dan seterusnya sampai istri pak presiden dia akan dipanggil ibu negara. Mereka semua mendapat nama dan kedudukan disebabkan nama dan kedudukan yang ada pada suami-suami mereka, ini dalam urusan dunia lalu apakah hal yang seperti ini akan berlaku pula dalam perkara akhirat?

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, salahkah ungkapan tadi? Sebelum kita menghukumi atau menilai sesuatu benar atau salah, sebaiknya hal ini kita kembalikan terlebih dahulu kepada agama kita yang lurus.

Bagaimana Islam Memandang Ungkapan di atas?

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, segala ucapan ataupun perbuatan yang ada di tengah-tengah masyarakat bisa kita ikuti selama tidak bertentangan dengan Al Quran, As Sunnah, dan Ijma’ ulama’. Pada kesempatan yang berbahagia ini, mari kita kaji ungkapan ini, setidaknya ada 3 poin pembahasan yang akan kami sampaikan. Berikut ini poin pembahasan berdasarkan dalil-dalil dari Al Quran, hadits Nabi ﷺ, dan penjelasan ulama’.

1. Kewajiban menjaga diri dan keluarga dari api neraka.

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah,  sudah menjadi keharusan bagi setiap orang yang beriman kepada Allah adalah menjaga diri dari siksa neraka yaitu dengan cara menaati Allah dan Rasul-Nya serta melindungi keluarga dari siksa api neraka yaitu dengan cara memerintahkan mereka untuk menaati Allah dan Rasul-Nya.

Allah ﷻ berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [Qs. At Tahrim : 6]

Shahabat Ali –radhiyallahu ‘anhu- menjelaskan, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yaitu dengan mendidik dan mengajari mereka.” Shahabat Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- mengatakan, “ketahuilah ketaatan kepada Allah, janganlah memaksiati Allah, dan perintahkanlah keluargamu dengan mengingatkan mereka perkara yang bisa menyelamatkan mereka dari siksa neraka.” Imam Mujahid –rahimahullahu- mengatakan, “bertakwalah kepada Allah dan wasiatkanlah takwa kepada keluarga kalian.”

Diantara kewajiban seseorang atas keluarganya adalah :

1. Mengajarkan rukun iman dan rukun islam.

2. Mengajarkan makna dua kalimat syahadat.

3. Mengajarkan ibadah shalat dan puasa.

Nabi ﷺ bersabda :

مروا أولادكم بالصلاة و هم أبناء سبع سنين و اضربوهم عليها و هم أبناء عشر سنين و فرقوا بينهم في المضاجع

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika sudah mencapai usia tujuh tahun! dan pukullah mereka ketika sudah mencapai usia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)!” (HR. Abu Dawud no. 495)

Para ahli fikih mengatakan, “Demikian pula diterapkan dalam puasa agar hal yang demikian itu menjadi latihan baginya untuk melaksanakan ibadah dan nantinya bisa berlanjut untuk terbiasa melaksanakan ibadah, ketaatan, serta menjauhi kemaksiatan dan meninggalkan kemungkaran.”

4. Mengajarkan perkara-perkara yang wajib, seperti menutup aurat terutama bagi wanita karena telah datang peringatan Allah secara khusus bagi mereka.

Allah -Azza Wa Jalla- berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Qs. Al Ahzab : 59]

5. Memperingatkan dari perkara-perkara yang diharamkan, seperti berbuat syirik kepada Allah, serta segala ucapan maupun perbuatan yang mengandung dosa, demikian juga hal-hal yang haram dan membahayakan lainnya.  Adh Dhahak –rahimahullah- mengatakan, “Hak atas seorang muslim untuk mengajari keluarganya baik itu kerabatnya maupun budaknya apa saja yang diwajibkan Allah atas mereka dan apa saja yang dilarang Allah atas mereka.”

Imam Qatadah –rahimahullahu- mengatakan, “Engkau perintahkan mereka untuk menaati Allah, melarang mereka dari bermaksiat kepada Allah, serta engkau tunaikan perintah Allah atas mereka dan bantulah mereka untuk melaksanakan perintah Allah, apabila engkau melihat ada kemaksiatan maka cegahlah dan peringatkanlah mereka.”

6. Mengajarkan akhlak terpuji dan memperingatkan dari akhlak tercela, serta membiasakan adab-adab islami dalam kehidupan sehari-harinya. Agama islam adalah agama yang mengajarkan segala akhlak terpuji demikian juga segala aktivitas telah diajarkan adab-adabnya oleh Rasulullah ﷺ.

2. Hidayah Taufiq ada di Tangan Allah, Allah mengetahui siapa saja yang mendapat hidayah.

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, sesungguhnya hidayah ada di tangan Allah, Dialah yang memberikan hidayah berupa hidayah taufiq, ingatlah sampaipun para nabi ‘alaihimussalam tidak memiliki jenis hidayah ini. Marilah kita sejenak menilik kisah mereka.

a. Istri Nabi Nuh dan Istri Nabi Luth.

Para nabi dan rasul adalah orang-orang shaleh pilihan Allah mereka adalah kekasih-kekasih Allah dan mereka adalah manusia yang paling berat cobaannya. Allah memberi cobaan kepada mereka agar manusia terutama umat Islam mengambil pelajaran dari mereka dan sebagai penghibur tatkala umat Islam mendapatkan cobaan yang berat, sesungguhnya cobaan para nabi dan rasul jauh lebih berat lagi. Diantara para nabi yang diberi cobaan oleh Allah adalah Nabi Nuh dan Nabi Luth ‘alaihimas salam, Allah menguji mereka dengan keluarganya yang enggan beriman kapada Allah. Tentunya kita tidak meragukan lagi akan usaha dan jerih payah mereka berdua dalam mendakwahi keluarganya dan menyelamatkan keluarganya dari siksa neraka.

Allah ﷻ berfirman,

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

“Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua isteri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam)”. [Qs. At Tahrim : 10]

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, Dari sini kita simpulkan bahwa nabi-nabi Sekalipun tidak dapat membela isteri-isterinya atas adzab Allah apabila mereka menentang agama.

b. Asiyah binti Mazahim istri Firaun.

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.” [Qs. At Tahrim : 11]

Berbeda dengan istri Nabi Nuh dan Nabi Luth yang kafir, Asiyah binti Mazahim istri Firaun, seorang raja yang amat kafir yang amat sombong dan ingkar kepada Allah, Allah sifati dia dengan seorang wanita yang beriman, tunduk terhadap Rabbnya, meminta kepada Allah cita-cita yang paling mulia yaitu dimasukan ke dalam surga, berdekatan dengan Allah, dia meminta kepada Allah agar Allah menyelamatkannya dari cobaan Firaun atas dirinya dan perbuatan-perbuatan buruknya, dan dari cobaan setiap orang yang zhalim, maka Allah kabulkan permohonannya lalu dia hidup dalam iman yang sempurna, keteguhan yang sempurna dan selamat dari cobaaan.

Oleh karena itulah Rasulullah ﷺ bersabda :

كمل من الرجال كثير، ولم يكمل من النساء، إلا مريم بنت عمران، وآسية بنت مزاحم، وخديجة بنت خويلد، وفضل عائشة على النساء، كفضل الثريد على سائر الطعام

“Laki-laki yang sempurna itu banyak, tidak demikian dengan para wanita, wanita yang sempurna itu adalah Maryam binti Imran, Asiyah binti Mazahim, Khadijah binti Khuwailid, dan keutamaan “Aisyah dibandingkan para wanita lainnya seperti keutamaan roti bikinannya dibandingkan seluruh makanan yang ada.” [HR. Al Bukhari, Muslim, Ahmad, At Tirmidzi, dan Ibnu Majah]

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, Dari sini kita ambil kesimpulan bahwa isteri seorang kafirpun apabila menganut ajaran Allah, ia akan dimasukkan Allah ke dalam surga. Dua permisalan di atas Allah tujukan kepada orang yang beriman dan kepada orang yang kafir, untuk menjelaskan bahwa hubungan kekerabatan orang kafir dengan mukmin tidak bermanfaat sedikitpun, dan hubungan orang mukmin dengan orang kafir tidak membahayakannya sedikitpun selama dia melaksanakan kewajibannya.

c. Putra nabi Nuh.

Selain diuji dengan istrinya, Nabi Nuh ‘alihis salam juga diuji dengan putranya yang tidak mau beriman kepada Allah. Tatkala bahtera telah berlayar membawa Nabi Nuh beserta orang-orang yang beriman dalam gelombang laksana gunung, Nabi Nuh memanggil-manggil anaknya yang bernama Kan’an yang berada di tempat yang jauh terpencil menjauh dari bahtera dimana dia menolak untuk ikut serta naik keatas bahtera disebabkan kedurhakaannya dan kekufurannya.

Mari kita renungi bagaimana gigihnya Nabi Nuh dan usaha beliau untuk menyelamtkan putra kesayangannya dari kebinasaan. Allah Azza Wa Jalla telah menceritakan kisahnya dalam firman-Nya :

وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللَّهِ مَجْرَاهَا وَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَحِيمٌ * وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama Kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.”

Anak itu pun enggan menuruti permintaan sang bapak.

Allah ﷻ berfirman :

قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang”. dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu Termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan Hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .”

Setelah air surut dan hujan pun telah reda bahtera berlabuh di atas bukit judi yang terletak di Armenia sebelah selatan berbatasan dengan Mesopotamia. Nabi Nuh ‘alaihis salam menyeru Rabbnya.

Allah Ta’ala berfirman :

وَنَادَى نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ *

Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku Termasuk keluargaku, dan Sesungguhnya janji Engkau Itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya.”

 قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ *

Allah berfirman: “Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.”

قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ *

Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan Sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaKu, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaKu, niscaya aku akan Termasuk orang-orang yang merugi.”

 قِيلَ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُمْ مِنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ

Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari kami.” [Qs. Hud : 41-48]

d. Nabi Ibrahim dan bapaknya.

Nabi Ibrahim ‘alaihis salam adalah khalilur Rahman kekasih Allah, imamul hunafa’ pemimpin orang-orang yang mentauhidkan Allah. Beliau hidup di tengah-tengah kaum yang menyekutukan Allah demikian juga keadaan bapak Nabi Ibrahim yang bernama Azar. Berikut beberapa ayat Al Quran yang menceritakan tentang dakwah Nabi Ibrahim :

-         Firman Allah ﷺ dalam surat Az Zukhruf ayat 26:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُونَ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu sembah.”

-         Firman Allah ﷺ dalam surat Al An’am ayat 74:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لأبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلالٍ مُبِينٍ

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya, Aazar, “Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”

-         Firman Allah ﷺ dalam surat Maryam ayat 42-48:

إِذْ قَالَ لأبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا * يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا * يَا أَبَتِ لا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا * يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا *

Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?

Wahai bapakku, Sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, Maka ikutilah Aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, Sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu menjadi kawan bagi syaitan”.

 قَالَ أَرَاغِبٌ أَنْتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِنْ لَمْ تَنْتَهِ لأرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا *

Berkata bapaknya: “Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, Hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti, Maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama”.

قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا * وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا

Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, Mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku”.

e. Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya.

Diriwayatkan dalam shahih Al Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu ia berkata : “ketika diturunkan kepada Rasulullah ﷺ firman Allah Subhanahu wa ta’ala :

وأنذر عشيرتك الأقربين

“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” [QS. Asy Syu’ara : 214]

Berdirilah beliau dan bersabda :

يا معشر قريش ـ أو كلمة نحوها ـ اشتروا أنفسكم لا أغنى عنكم من الله شيئا يا عباس بن عبد المطلب لا أغنى عنك من الله شيئا يا صفية عمة رسول الله لا أغنى عنك من الله شيئا يا فاطمة بنت محمد سليني من مالي ما شئت لا أغنى عنك من الله شيئا

“Wahai orang-orang Quraisy, tebuslah diri kamu sekalian (dari siksa Allah dengan memurnikan ibadah kepadaNya). sedikitpun aku tidak bisa berbuat apa-apa dihadapan Allah untuk kalian. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, sedikitpun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah, wahai Shafiyah bibi Rasulullah, sedikitpun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah nanti, wahai Fatimah binti Rasulullah, mintalah kepadaku apa saja yang kau kehendaki, tapi sedikitpun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu dihadapan Allah nanti”. [HR. Al Bukhari no. 4771 dan Muslim no. 206]

Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, maka Rasulullah ﷺ mendatanginya, di sisi abu thalib ada abu jahal bin hisyam dan Abdullah bi Abi umayyah bin Mugirah, Rasulullah berkata kepada abu thalib,

يا عم قل لا إله الا الله كلمة أشهد لك بها عند الله

“wahai pamanku! Katakanlah laa Ilaaha illaallah, suatu kalimat yang dapat aku jadikan argumentasi untuk membelamu di sisi  Allah!” Maka abu jahal dan Abdullah bin abu umayyah berkata, “Apakah engkau membenci agama abdul muthalib?” Maka Rasulullah terus-menerus mengulang perkataannya tersebut, sampai abu thalib akhirnya tidak mau mengucapkannya, dia tetap berada di atas agama abdul muthalib dan enggan mengucapkan ‘laa ilaaha illallah.’ (HR. Al Bukhari no. 1360 dan Muslim no. 141)

Allah Ta’ala berfirman :

إنك لا تهدي من أحببت و لكن الله يهدي من يشاء و هو أعلم بالمهتدين

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.” (Qs. Al Qashash:56)

3. Orang yang Beriman akan Dikumpulkan Bersama Anak Keturunannya.

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, Allah ﷻ mengabarkan akan karunia dan kemurahan-Nya terhadap makhluknya bahwa orang yang beriman apabila diikuti oleh anak cucunya dalam keimanan, Allah kumpulkan anak cucu tersebut dengan orang tua-orang tua mereka dalam suatu kedudukan sekalipun anak cucu tersebut belum sampai kepada amalan orang tuanya Allah memberikan kenikmatan yang lebih kepada orang mukmin, penduduk surga yang menduduki derajat yang tinggi di surga, dimana Allah kumpulkan keturunannya yang derajatnya di bawah mereka bersama orang tuanya. Sehingga Allah mengangkat derajat penduduk surga yang kedudukannya lebih rendah menuju derajat yang lebih tinggi. Hal ini supaya menjadi penyejuk pandangan orang tua dan anak, Allah kumpulkan mereka dengan wajah yang paling bagus dengan mengangkat amal yang kurang dengan amal yang sempurna, yang demikian itu tidak dikurangi dari amalnya dan kedudukannya agar setingkat antara keduanya.

Oleh karena itu, jika ada orang tua masuk surga bersama anaknya, dan derajat orang tua lebih tinggi dari pada derajat anaknya, maka Allah akan mengangkat derajat anaknya sampai sederajat dengan ayahnya, agar sang ayah merasa lebih senang dengan berkumpulnya dengan anak-anaknya. Tanpa mengurangi derajat sang ayah sedikitpun.

Demikian pula sebaliknya, ketika derajat anak lebih tinggi daripada ayahnya, maka derajat ayah akan dinaikkan, sehingga bisa berjumpa dengan anaknya.[1]

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ

“Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [Qs. Ath Thuur : 21]

Shahabat Ibnu Abbas menjelaskan bahwa Allah ﷻ mengangkat derajat anak cucu orang yang beriman pada derajatnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya sekalipun mereka berada dibawahnya dalam amal agar hal tersebut menjadi penyejuk mata dan anak cucu tersebut adalah yang mati di atas keimanan. Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- :

إذا دخل الرجل الجنة سأل عن أبويه وزوجته وولده فيقال : إنهم لم يبلغوا درجتك ، فيقول : يا رب قد عملت لي ولهم ، فيؤمر بإلحاقهم به

“Apabila seseorang telah masuk surga dia bertanya perihal kedua orang tuanya dan anaknya, lalu dikatakan, “Sesungguhnya mereka tidak sampai pada derajatmu.” Dia mengatakan, “Wahai Rabbku sungguh aku telah beramal untuk diriku dan untuk mereka.” lalu diperintahkan agar mereka dipertemukan dengannya. Ini merupakan karunia Allah kepada anak cucu dengan sebab keberkahan amalan orang tuanya.” (HR. Ath Thabarani dalam Mu’jamul Kabir 11/440 dan dalam Mu’jamush Shaghir no. 640 [lihat tafsir Ibnu Katsir tahqiq Syaikh Sami bin Muhammad bin Abdurrahman bin Salamah])

Adapun mengenai karunia Allah kepada orang tua dengan sebab keberkahan doa anak cucunya telah disebutkan dalam hadits berikut ini :

إن الله ليرفع الدرجة للعبد الصالح في الجنة فيقول : يا رب أنى لي هذه؟ فيقول؛ باستغفار ولدك لك

“Sesungguhnya Allah benar-benar akan mengangkat derajat hamba yang shaleh di surga, hamba itu kemudian berkata, “Wahai Rabbku dari mana semua ini?” maka Allah berfirman, “Ini dari istighfar anakmu untukmu.” [HR. Ahmad dari shahabat Abu Hurairah]

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Rasulullah ﷺ bersabda :

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له

“Apabila seorang anak Adam mati maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya.” [HR. Muslim]

Ini semua mengenai keadaan orang yang bertakwa yang dimasukan ke dalam surga, dari sini muncul suatu anggapan yang keliru yang menyebutkan bahwa penghuni neraka juga demikian keadaannya, Allah pertemukan mereka dengan anak cucu dan keturunannya, padahal Allah telah mengabarkan bahwa tidak bisa disamakan antara hukum yang berlaku di dunia dan hukum yang berlaku di akhirat, karena neraka merupakan bentuk keadilan Allah dan diantara keadilan Allah adalah tidak mengadzab seseorang kecuali disebabkan dosa yang dia perbuat, dan karena tiap-tiap manusia tergadai dengan apa yang dia kerjakan, dan karena seorang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain, tidaklah dipikulkan kepada seseorang dosa orang lain, seseorang tidak disiksa dengan sebab dosa orang lain.

Jamaah yang berbahagia, kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah, Sungguh kebahagiaan yang sempurna, pada saat kita diselamatkan oleh Allah dari kengerian hari kiamat, kemudian Allah masukkan ke dalam surga nan indah. Tidak hanya itu, kita dipertemukan dengan istri kita dengan rupa nan indah, suami dengan wajah yang menawan, dengan anak yang menyejukkan pandangan. Hidup kita dihiasi dengan kenikmatan tanpa batas, yang tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata, selain doa Ya Allah … kumpulkanlah kami di surga Mu bersama orang-orang yang kami cintai, dan lindungilah kami dari adzab neraka.

Kesimpulan.

Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah, dari apa yang sudah dijelaskan bisa kita simpulkan bahwa :

1. Wajib bagi setiap muslim untuk meyakini adanya surga dan neraka. Dan wajib bagi setiap muslim untuk senantiasa memohon kepada Allah agar dimasukkan ke dalam surga dan diselamatkan dari siksa neraka.

Allah Ta’ala berfirman :

فمن زحزح عن النار و أدخل الخنة فقد فاز

“Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (Qs. Ali Imraan:185)

2. Seseorang memiliki kewajiban menjaga diri dan anggota keluarganya dari api neraka.

3. Katakwaan dan keimanan merupakan jalan keselamatan dari siksa neraka.

4. Wajibnya mengimani bahwa hidayah taufiq di Tangan Allah, Allah mengetahui siapa-siapa yang mendapat hidayah

5. Keshalehan seseorang tidak akan bermanfaat sedikitpun untuk menyelamatkan keluarga yang kufur. Dan kebalikannya, kekufuran seseorang tidak membahayakan sedikitpun terhadap anggota keluarganya yang menaati Allah.

6. Allah memasukkan manusia ke dalam surga dengan rahmat-Nya, kemudian Allah akan mengangkat derajat seorang yang beriman di surga dengan sebab amal shalehnya dan doa anak cucunya.

7. Allah akan mengumpulkan orang-orang yang beriman dengan anak cucu dan keturunannya selama mereka juga beriman kepada Allah.

8. Hukum di dunia berbeda dengan hukum di akhirat.

Penutup.

Dari semua pemaparan dan kesimpulan diatas menjadi jelas bagi kita akan ungkapan “suwargo nunut neroko katut” bahwa ungkapan tersebut tidak sepenuhnya salah dan juga tidak sepenuhnya benar.

Semoga apa yang disampaikan ini bermanfaat bagi kita semua. Semoga Allah ﷻ memasukkan kita semua bersama keluarga kita kedalam surga-Nya dan menjauhkan kita dari siksa neraka.

Washshallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammad Wa ‘Ala Alihi Shahbihi Wa Man Tabi’ahum Biihsanin Ila Yaumiddin.

Ditulis di Tanjung, Purwokerto 7-9 Ramadhan 1436 H.

Oleh Abdurrohman bin Slamet Mahfudli bin Murtama

Daftar Pustaka

1. Al Quran Al Karim beserta terjemahannya.

2. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir Maktabah Syamilah

3. Tafsir As Sa’di

4. Aisarut Tafasir

5. Zadul Masir

6. Kaefa Nurabbi Awladana wa Ma Huwa Wajibul Abaa wal Abnaa Syaikh Muhammad Jamil Zainu

7. Qashashul Anbiya’

8. Kitabut Tauhid

Catatan :

Pembaca yang dirahmati Allah, apabila menemukan kekeliruan dalam tulisan ini mohon koreksinya, karena kebenaran datangnya dari Allah dan kesalahan datangnya dari diri penulis, dan apabila ada manfaat yang bisa diambil semoga kebaikan tersebut menjadi ladang pahala bagi penulis, kedua orang tua penulis, dan kita semua. sumber : https://nidaulishlah.com/suwargo-nunut-neroko-katut/

 



[1] Ini adalah pendapat mayoritas ahli tafsir, dan inilah pendapat yang lebih mendekati makna tekstual ayat. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa ayat ini berbicara tentangorang beriman yang ditinggal mati anaknya yang belum menginjak usia baligh.

Komentar

  1. Alhamdulillah'Alaa kulli haal, satu tulisan yang masih tersisa yang pernah Diposting di web yayasan.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Urgensi Beriman Kepada Hari Akhir Dan Pengaruhnya Terhadap Pribadi Seseorang

Urgensi Beriman Kepada Hari Akhir Dan Pengaruhnya Terhadap Pribadi Seseorang. Beriman Kepada Hari Akhir merupakan perkara yang sangat penting bagi seorang muslim yang demikian dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Beriman kepada hari akhir merupakan satu diantara rukun iman yang enam. 2. Beriman kepada hari akhir merupakan bagian dari keyakinan pokok islam yang mana bangunan akidah dibangun diatasnya setelah permasalahan keesaan Allàh. 3. Beriman kepada hari akhir dan tanda-tandanya termasuk beriman kepada perkara ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh akal dan tidak ada cara untuk mengetahuinya kecuali dengan dalil wahyu (al Quran dan as Sunnah) 4. Iman kepada hari akhir seringkali digandengkan dengan iman kepada Allàh. Seperti dalam surat al Baqarah ayat 177, لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ َ Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke ara...

Keutamaan Shalat Berjamaah

  إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له.  وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله،  وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه   وَبَارك وسلم. أمَّا بَعْدُ : فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ عز وجل فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله تعالى: {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱلَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَ لَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ} Maasyiral muslimin -rahimakumullah-, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah, marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Nya, semoga shalawat dan salam akan senantiasa terlimpah kepada Nabi Nya yang mulia, nabi kita Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam-, kepada keluarganya, para shahabatnya, para pengikutnya, dan kaum muslimin hingga akhir zaman nanti.  Kaum muslimin -rahimakumullah-, shalat berjamaah merupakan...