Langsung ke konten utama

Ketaatan dalam perkara yang ma'ruf. (Kaidah ke-8)

Shahabat Abu Bakar ash Shiddiq Radhiyallahu Anhu mengatakan, "Taatilah aku selama aku menaati Allah ﷻ dan Rasul Nya, apabila aku bermaksiat kepada Allah dan Rasulullah maka tidak boleh kalian menaatiku."

Asal muasal kaidah ini memiliki sebab yang tetap dua kitab sahih dari hadits Amirul mukminin Ali Radhiyallahu Anhu,

Nabi ﷺ mengutus sebuah ekspedisi dan mengangkat sahabat anshar sebagai pemimpin mereka, dan beliau perintahkan mereka untuk menaatinya. Selanjutnya sahabat anshar marah dan mengatakan; "Bukankah Rasulullah ﷺ telah memerintahkan kalian untuk mentaatiku?" 'Ya' Jawab mereka. Sahabat anshar meneruskan; "Karena itu, aku ingin jika kalian mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api, kemudian kalian masuk kedalamnya." Mereka pun mengumpulkan kayu bakar dan menyalakan api. Tatkala mereka ingin memasukinya, satu sama lain saling memandang. Sebagian mengatakan; 'bukankah kita ikut Nabi ﷺ untuk menjauhkan diri dari api, apakah (sekarang) kita ingin memasukinya? ' Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba api padam dan kemarahannya mereda. Maka hal ini disampaikan kepada Nabi ﷺ lantas Nabi mengatakan; "Kalaulah mereka memasukinya, niscaya mereka tidak bisa keluar dari api tersebut selama-lamanya, ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma'ruf". [HR. Al Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840] 

Kisah diatas merupakan kaidah yang agung, secara umum mencakup setiap orang yang wajib ditaati seperti wilayah kepemimpinan, kedua orang tua, suami, dan selain mereka. Syariat memerintahkan untuk menaati mereka, dan menaati setiap dari mereka hanyalah disesuaikan dengan keadaannya dan yang menjadi kebiasaan setempat. Ini merupakan keagungan agama ini. Kita akan jumpai pada banyak perkara yang sulit untuk ditentukan acuannya dengan sebab perbedaan keadaan, waktu, orangnya manusia mengembalikannya kepada kebiasaan setempat dan adat. Sebagaimana itu keadaan dalam masalah berbuat kebaikan dan menyambung silaturahmi, keadilan dan berbuat baik secara umum, maka semuanya diikat dengan pengikat ini.

Bisa dipahami dari sebelumnya beberapa hal sebagai berikut ini:

1. Bahwa siapa saja yang memerintah untuk berbuat maksiat kepada Allah ﷻ , dan meliputi mengerjakan perkara yang diharamkan dan meninggalkan kewajiban, maka tidak ada ketaatan padanya. Oleh karena itu ulama telah bersepakat bahwa orang yang memerintahkan kepada suatu kemungkaran tidak wajib ditaati. Allah berfirman, 

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”, (QS. Al Maidah:2)

Contoh dalam hal ini adalah dari pemimpin yang adil Khalifah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah diawal diangkat menjadi Khalifah, "Taatilah aku selama aku menaati Allah ﷻ dan Rasul Nya, apabila aku bermaksiat kepada Allah dan Rasulullah maka tidak boleh kalian menaatiku."

Demikian juga dari pemimpin agama imam Ahmad bin Hambal.

2. Diantara sisi yang ditunjukkan dari kaidah nabi ini, "Ketaatan hanyalah pada perkara yang ma'ruf." 

Apabila bertentangan antara menaati mereka yang sifatnya wajib dan amalan sunah, maka menaati mereka lebih didahulukan, karena meninggalkan amalan sunah bukan bentuk maksiat, sebagai contohnya adalah sekiranya seorang suami melarang istrinya dari puasa sunah untuk maslahat baginya atau haji sunah, atau pemimpin yang syar'i perintahkan dengan suatu perkara politik dan perintah ini berdampak meninggalkan kewajiban, maka wajib mendahulukan untuk menaatinya karena itu adalah wajib meskipun berdampak meninggalkan yang sunah.

Orang yang berakal adalah seorang yang mengetahui kebaikan dari dua kebaikan dan keburukan dari dua keburukan.

إن اللبيب إذا بدا من جسمه


مرضان مختلفان داوى الأخطرا

Sesungguhnya seorang yang cerdas apabila tampak dari tubuhnya dua penyakit yang berbeda dia obati penyakit yang paling berbahaya.


3. Diantara yang ditunjukkan kaidah ini adalah bahwa ketaatan ini seperti halnya perintah-perintah syariat yang lain dijalankan berdasarkan kemampuan. Apabila perintah-perintah yang wajib secara asal syar'i dikaitkan dengan ketentuan ini maka demikian juga menaati mereka, yang mana menaati mereka mengikuti ketaatan kepada Allah ﷻ, telah datang keterangan Nash dalil yang menjelaskan ketentuan ini pada sebagian tempat-tempat yang serius. 

Sebagaimana disebutkan dalam shahihain dari hadits Ibnu Umar, "Dahulu kami apabila membaiat Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat, beliau berkata kepada kami, "Pada perkara yang sesuai batas kemampuan.""

Tentang baiatnya kaum wanita, Allah ﷻ berfirman, 

"Dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik." (QS. Al Mumtahanah:12)

Ini semua merupakan kisaran dan isyarat dalam menjelaskan kaidah nabi ini yang cukup universal, jika tidak demikian maka penjabarannya secara tersendiri akan lebih banyak lagi, disebabkan agungnya kandungan yang terdapat padanya berupa hukum-hukum yang mulia serta makna-makna yang banyak.


Kesimpulan:

1. Ketaatan secara mutlak tidak ada kecuali untuk pemilik syariat yang penuh kebijaksanaan 

2. Kapanpun engkau menjadi pemimpin untuk suatu urusan manusia maka engkau dan mereka tetap menjadi hamba Allah ﷻ penguasa segalanya.

3. Duhai orang yang dipercaya untuk mengurusi urusan kaum muslimin! Jadilah engkau pemangku kebijakan yang baik supaya engkau terjaga kepemimpinanmu.


Purwokerto, Malam Jumat, 17 Oktober 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Suwargo Nunut Neroko Katut

Suwargo Nunut Neroko Katut admin 28 Juni 2015 | 4.884 | 1 | Suwargo Nunut Neroko Katut Kaum muslimin yang berbahagia rahimani wa rahimakumullah , di tengah-tengah masyarakat jawa ada sebuah ungkapan yang cukup masyhur dan oleh sebagian masyarakat jawa ungkapan ini sudah menjadi sebuah falsafah yang mereka anut. Sebuah ungkapan yang menjelaskan apabila ada seseorang yang nantinya masuk surga maka anggota keluarganya seperti anak, istri, dan orang tua bisa turut ikut masuk ke dalam surga. Demikian juga apabila ada seseorang yang nantinya masuk neraka maka anggota keluarganya seperti anak, istri, dan orang tua bisa ikut masuk ke dalam neraka. Ungkapan yang dimaksud berbunyi, “Suwargo Nunut Neroko Katut,” yang kurang lebih artinya adalah surga bisa ikut numpang dan neraka bisa ikut terbawa yang maksudnya adalah seseorang bisa ikut terbawa masuk ke dalam surga atau neraka disebabkan kelua...

Urgensi Beriman Kepada Hari Akhir Dan Pengaruhnya Terhadap Pribadi Seseorang

Urgensi Beriman Kepada Hari Akhir Dan Pengaruhnya Terhadap Pribadi Seseorang. Beriman Kepada Hari Akhir merupakan perkara yang sangat penting bagi seorang muslim yang demikian dikarenakan beberapa alasan sebagai berikut: 1. Beriman kepada hari akhir merupakan satu diantara rukun iman yang enam. 2. Beriman kepada hari akhir merupakan bagian dari keyakinan pokok islam yang mana bangunan akidah dibangun diatasnya setelah permasalahan keesaan Allàh. 3. Beriman kepada hari akhir dan tanda-tandanya termasuk beriman kepada perkara ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh akal dan tidak ada cara untuk mengetahuinya kecuali dengan dalil wahyu (al Quran dan as Sunnah) 4. Iman kepada hari akhir seringkali digandengkan dengan iman kepada Allàh. Seperti dalam surat al Baqarah ayat 177, لَيْسَ الْبِرَّ اَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ وَلٰـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ َ Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke ara...

Keutamaan Shalat Berjamaah

  إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له.  وأشهد ألا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله،  وصلى الله على محمد وعلى آله وصحبه   وَبَارك وسلم. أمَّا بَعْدُ : فَيَا مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ عز وجل فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قال الله تعالى: {يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱلَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَ لَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ} Maasyiral muslimin -rahimakumullah-, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah, marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Nya, semoga shalawat dan salam akan senantiasa terlimpah kepada Nabi Nya yang mulia, nabi kita Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam-, kepada keluarganya, para shahabatnya, para pengikutnya, dan kaum muslimin hingga akhir zaman nanti.  Kaum muslimin -rahimakumullah-, shalat berjamaah merupakan...